Vaksinasi mandiri merupakan vaksinasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta, baik kantor, rumah sakit, atau organisasi lain yang dilakukan secara mandiri. Artinya, vaksinasi ini tidak termasuk dalam program yang dilaksanakan oleh pemerintah yang sudah memiliki timeline dan target prioritas, sehingga diharapkan bisa menjangkau lebih banyak golongan masyarakat. Koordinator PMO KPCPEN dan Juru Bicara Kementerian BUMN Arya Sinulingga membeberkan alasan pemerintah mengizinkan vaksinasi mandiri. Pertama dia menjelaskan tujuan vaksinasi adalah memutus rantai penyebaran virus Corona (COVID-19) dengan membangun kekebalan kelompok, yaitu sekitar 70% dari jumlah penduduk Indonesia. Perbedaan utamanya adalah bagian pendanaan. Jika vaksinasi yang dilakukan oleh pemerintah sepenuhnya didanai oleh pemerintah, maka vaksinasi mandiri didanai oleh pihak swasta. Kementrian BUMN ditargetkan untuk program vaksin mandiri sebanyak 75 juta orang. Dimana target masyarakat yang divaksin berbeda dari program vaksin pemerintah. Vaksinasi mandiri memungkinkan lebih banyak golongan masyarakat yang belum masuk dalam prioritas pemerintah untuk mendapatkan vaksin. Seperti misalnya golongan karyawan swasta, dan masyarakat sipil lainnya. Dilansir dari cnbcindonesia.com ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam program vaksinasi mandiri ini, salah satunya jenis vaksin yang digunakan. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa program vaksinasi mandiri tidak akan menggunakan vaksin Sinovac, AstraZeneca, Novavax, dan Pfizer. Nantinya, program ini akan menggunakan Sinopharm dan Moderna.
Layanan vaksinasi mandiri ini dilakukan oleh pihak swasta, namun pemerintah tetap menjamin bahwa vaksinasi yang dilakukan tetap gratis atau tanpa biaya. Dilansir dari jurnalsocialsecurity.com, tidak menutup kemungkinan vaksin mandiri ini tidak dilaksanakan secara gratis, seperti yang telah dideklarasikan oleh Menteri BUMN bahwa adanya Vaksin mandiri alias Vaksin yang dijual dan dibeli secara mandiri, yang sekali suntik memerlukan biaya sekitar Rp.200.000, kemudian harus dua kali suntik berarti setiap orang mengeluarkan uang sebesar Rp.400.000. Setiap orang akan mendapatkan vaksin sebanyak 2 kali, agar daya tahan tubuh bisa terbentuk dengan baik untuk menghadapi pandemic ini. Kemudian diharapkan dengan adanya vaksin mandiri ini dapat membantu mempercepat proses pelacakan dan pendataan yang diperlukan, guna mengatasi pandemi yang tengah berlangsung ini. Pelaksanaan vaksinasi mandiri tidak dapat dilakukan pada fasilitas Kesehatan yang dimiliki oleh pemerintah. Hal ini untuk menghindari terjadinya penumpukan orang yang terlalu banyak. Vaksinasi mandiri dilakukan pada fasilitas pelayanan Kesehatan milik masyarakat atau swasta yang sudah memenuhi persyaratan saja.
Dikutip dari cnbcindonesia.com, rencana vaksinasi mandiri ini tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari para pengusaha. Beberapa pengusaha menganggap bahwa vaksinasi mandiri ini dapat membuat ketimpangan antara masyarakat atau perusahaan yang mampu dengan yang tidak mampu. Perlu adanya perhatian dari segi kedilan dan dari segi moral. Jika memang vaksinasi mandiri ini tujuannya untuk membangun kekebalan tubuh, pemerintah harusnya tetap fokus kepada kelompok rentan seperti tenaga kesehatan, lansia, pejabat publik yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, hingga pengurus Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sering mendampingi masyarakat di pemukiman kumuh juga para pekerja sosial. Vaksinasi mandiri dapat mengganggu jadwal program vaksinasi priotits dari pemerintah. Misalnya saja, apabila kita telah terdaftar pada program vaksinasi pemerintah kemudian ada program vaksinasi mandiri, kita akan berfikir untuk menunggu vaksinasi dari perusahaan tempat kita bekerja dengan harapan bahwa kita menerima vaksin yang efikasinya lebih tinggi dari vaksin sinovac. Hal ini justru memperlambat proses penjangkauan vaksinasi. Selain itu, perlu juga adanya transparansi mengenai anggaran yang keluar. Jangan sampai ada perusaahan yang mengambil untung dari program vaksinasi mandiri ini.
Sumber:
jurnalsocialsecurity.com
cnbcindonesia.com
cnnindonesia.com
kompas.com
suara.com
Sampah plastik masih menjadi masalah lingkungan yang belum terselesaikan. Secara global, manusia memproduksi 300 juta ton sampah plastik per tahun, hampir ekuivalen dengan total berat seluruh populasi di bumi. Namun, hanya 9% sampah yang dikelola dengan tepat (daur ulang atau digunakan kembali). Sekitar 12% dibakar dan sisanya menumpuk di tempat pembuangan akhir atau di lautan. Layaknya sampah plastik lain, sikat gigi bekas sering kali berakhir di saluran air dan lautan.
Berdasarkan data dari Jambeck et al. (2015), diperkirakan 3,22 juta ton sampah plastik di lautan dunia berasal dari Indonesia.Pada tahun 2017, Pemerintah Indonesia menargetkan pengurangan jumlah sampah plastik di lautan sebesar 70% untuk tahun 2025 mendatang. Guna mencapai target ini, pengalihan penggunaan produk sikat gigi plastik ke sikat gigi ramah lingkungan cukup memiliki peran. Membuang satu sikat gigi plastik tampaknya memang tidak berbahaya, tapi asumsikan jika setiap orang mengganti sikat gigi tiga bulan sekali, berarti ada empat sampah sikat gigi setiap tahunnya. Jika terdapat 267 juta jiwa melakukan hal serupa, maka akan ada satu miliar sikat gigi plastik yang dibuang setiap tahunnya.
Selain sikat gigi, produk pasta gigi masih dikemas dengan kemasan plastik yang sulit terurai; benang gigi yang umum digunakan oleh masyarakat Indonesia juga masih terbuat dari nilon. Meskipun masih sangat jarang didapatkan di supermarket, pasta gigi dan benang gigi ramah lingkungan sudah mulai mudah didapatkan di situs e-commerce.
Sangat penting bagi para dokter gigi dan tenaga profesional bidang kedokteran gigi untuk menguasai pengetahuan tentang produk perawatan kesehatan gigi dan mulut (sikat gigi, pasta gigi, dan benang gigi) ramah lingkungan guna merekomendasikan dan mempromosikan produk perawatan kesehatan gigi dan mulut terbaik dengan dampak lingkungan paling minimum kepada pasien.
Secara umum, produk ramah lingkungan adalah produk yang memiliki manfaat jangka panjang, mampu membebaskan konsumen dari tanggung jawab terhadap lingkungan, tanpa mengurangi kualitas produk yang memuaskan. Produk dapat dianggap ramah lingkungan oleh konsumen ketika jenis bahan, proses produksi, pengemasan, dan promosi produk tersebut meminimalisasi dampak buruk bagi lingkungan dengan mengandung konten yang dapat didaur ulang atau mudah terurai serta meminimalkan pemakaian zat kimia beracun.
Sikat gigi
Sikat gigi umumnya berbahan plastik polipropilena untuk gagang sikat dan nilon untuk bulu sikatnya. Plastik polipropilena merupakan jenis polimer termo-plastik kuat dan semi-transparan. Berbeda dengan polietilen, polipropilena tidak mengandung substansi beracun (toksik) maupun zat berbahaya sehingga produk berbahan dasar polipropilena aman digunakan sebagai bahan dasar kemasan produk makanan dan minuman atau sebagai bahan dasar sikat sikat gigi. Serat sintetik nilon dibuat dari bahan anorganik yaitu minyak bumi yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Nilon tidak mudah terurai dan menyumbang sekitar 10% sampah di laut. Pada dasarnya, kedua bahan dasar sikat gigi ini memiliki kemungkinan untuk melalui proses daur ulang. Namun, biaya proses daur ulang (terutama bahan nilon) lebih tinggi daripada biaya produksi produk sehingga proses daur ulang dari sisi ekonomi dianggap tidak menguntungkan.
Saat ini hanya ada sedikit data kuantitatif yang tersedia mengenai dampak berbagai jenis sikat gigi terhadap planet bumi. Pada September 2020, British Dental Journal mempublikasikan studi penelitian pertama yang menggunakan penilaian siklus hidup untuk mengukur konsekuensi lingkungan produk perawatan kesehatan dengan sikat gigi sebagai modelnya. Studi ini mengukur dampak lingkungan dari sikat gigi elektrik dan konvensional, termasuk sikat gigi bambu dan sikat gigi konvensional dengan kepala sikat yang dapat diganti.
Penelitian komparatif menunjukkan bahwa sikat gigi plastik dengan kepala sikat yang dapat diganti dan sikat gigi bambu bekerja lebih baik daripada sikat gigi konvensional dan sikat elektrik dalam berbagai ukuran hasil dampak lingkungan yang digunakan dalam studi tersebut. Penggunaan sikat gigi elektrik sebenarnya berbahaya bagi bumi dan bagi orang-orang yang terlibat dalam proses produksi dan distibusi. Tidak banyak bukti yang menunjukkan sikat gigi elektrik lebih efektif kecuali bagi orang-orang dengan kondisi tertentu (penyandang disabilitas) yang kesulitan menggunakan sikat gigi konvensional.
Studi penelitian ini juga memaparkan bahwa sebenarnya penggunaan sikat gigi bambu bukanlah jawaban yang ideal bagi permasalahan lingkungan. Penggunaan bambu untuk bahan dasar sikat gigi akan menghentikan penggunaan lahan sebagai habitat keanekaragaman hayati dan/atau penumbuhan hutan guna mengimbangi emisi karbon.
Sikat gigi ideal adalah sikat gigi berbahan dasar plastik yang didaur ulang secara kontinu. Sikat gigi plastik yang dapat didaur ulang tidak memakan banyak lahan dan tidak butuh banyak air untuk tumbuh. Poin penting produksi sikat gigi ini adalah menjaga plastik tetap berada dalam rantai daur ulang. Dibutuhkan sistem di mana sikat gigi plastik bekas dapat dikumpulkan dan kemudian di daur ulang menjadi produk baru. Jika lolos dari rantai daur ulang, plastik tersebut harus dapat dengan mudah dan alami dipecah menjadi produk yang tidak berbahaya.
Pasta gigi
Selain kemasan produk pasta gigi yang menggunakan plastik dan kertas, komposisi pasta gigi yang beredar di pasaran juga mengandung bahan yang memiliki potensial berbahaya bagi bumi. Bahan seperti sodium lauryl sulfate (SLS), glikol propilena, karagenan, triclosan, dan bahan aditif yang tidak terlalu penting seperti pewarna dan pemanis artifisial merupakan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya bagi bumi. Salah satu bahan paling berbahaya adalah triclosan yang memiliki fungsi dalam pencegahan infeksi gingiva. Triclosan yang dibuang ke saluran air yang kemudian mengalir ke sungai atau lautan akan berubah menjadi dioksin ketika terpapar sinar matahari.
Menurut World Health Organization (WHO), dioksin berbioakumulasi dalam jaringan lemak, dan seiring berjalannya waktu, dapat menyebabkan masalah reproduksi dan perkembangan bayi; dioksin juga dianggap dapat menyebabkan gangguan endokrin danmerupakan karsinogen. Apabila triclosan berikatan dengan klorin dalam air keran, ikatan tersebut dapat membentuk kloroform, yang memiliki kemungkinan karsinogen terhadap manusia. Sebagian merek-merek pasta gigi sudah menghentikan penggunaan triclosan dalam produk mereka.
Beberapa zat aditif tambahan seperti sakarin dan aspartam yang merupakan pemanis buatan yang masuk ke daftar bahan tambahan yang harus dihindari menurut Center for Science in the Public Interest. Sodium lauryl sulfate (SLS) adalah bahan pembusa yang tidak terlalu penting keberadaannya dalam klomposisi sikat gigi. Meskipun busa dapat membantu dalam distribusi bahan pembersih ke seluruh mulut termasuk di sela-sela gigi dan membantu pembersihan plak dan sisa makanan dalam mulut, SLS juga dapat mengiritasi gusi dan gigi seensitif. Salah satu alternatif bahan pembusa natural adalah soapberry, yang telah digunakan dalam beberapa obat gigi herbal dan memiliki fungsi antibakteri.
Pasta gigi biasanya terkemas dalam kotak karton yang menambah biaya bagi produsen dan konsumen. Kotak karton menambah estetika dan sebagai pelindung produk bagi produsen, namun bagi konsumen, kotak kertas tidak berguna. Setelah mendapatkan produk, konsumen biasanya langsung membuang kotak kertas. Pada beberapa negara seperti Islandia dan Swedia, pasta gigi dijual tanpa kotak. Hal ini menunjukkan penjualan pasta gigi sepenuhnya tergantung pada penerimaan konsumen.
Benang gigi
Penggunaan rutin benang gigi umumnya cukup rendah, berkisar antara 10%-30% pada orang dewasa. Rendahnya penggunaan benang gigi dapat disebabkan oleh teknis penggunaannya yang cukup menantang juga kerena merasa penggunaan sikat gigi sudah cukup untuk membersihkan gigi. Pembersihan menggunakan benang gigi dengan benar terbukti dapat mengurangi karies interproksimal.
Benang gigi awalnya terbuat dari benang sutra yang dilapisi wax. Namun benang gigi dengan bahan dasar nilon terbukti memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan benang gigi sutra. Selain bahan dasarnya lebih murah, benang nilon memiliki resistensi abrasi yang lebih baik karena dapat diproduksi dalam berbagai panjang dan ukuran.
Seiring berkembangnya teknologi, saat ini benang gigi ramah lingkungan dengan kualitas yang sama baiknya dengan benang gigi nilon telah beredar di pasaran. Benang gigi ini kembali menggunakan bahan sutra atau serat bambu yang dilapisi wax candelila. Kemasan benang gigi ramah lingkungan biasanya menggunakan botol kaca dan kertas daur ulang sebagai pembungkusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Our planet is drowning in plastic pollution. This World Environment Day, it’s time for a change [Internet]. Unenvironment.org. [cited 2020 Nov 5]. Available from: https://www.unenvironment.org/interactive/beat-plastic-pollution/
Jambeck JR, Geyer R, Wilcox C, Siegler TR, Perryman M, Andrady A, et al. Marine pollution. Plastic waste inputs from land into the ocean. Science. 2015;347(6223):770
Sdrolia E, Zarotiadis G. A comprehensive review for green product term: From definition to evaluation: A comprehensive review for green product term. J Econ Surv. 2019;33(1):168.
Lyne A, Ashley P, Saget S, Porto Costa M, Underwood B, Duane B. Combining evidence-based healthcare with environmental sustainability: using the toothbrush as a model. Br Dent J. 2020;229(5):303–6.
Okunola A A, Kehinde I O, Oluwaseun A, Olufiropo E A. Public and environmental health effects of plastic wastes disposal: A review. J Toxicol Risk Assess [Internet]. 2019;5(2). Available from: http://dx.doi.org/10.23937/2572-4061.1510021
Penulis: Al Ghumaisha
Musyawarah Mahasiswa Universitas Hasanuddin (MM UH) II adalah sidang kedua yang diadakan untuk membahas mengenai Lembaga Kemahasiswaan tingkat universitas (Lema UH). MM UH II diikutioleh 8 fakultas yang telah bergabung dan menyetujui pembentukan Lema UH. Pada awal pembentukannya pada MM UH I. Fakultas yang telah bergabung dalam Lema UH yaitu Fakultas Kedokteran Gigi, Kedokteran, Kesehatan Masyarakata, Farmasi, Keperawatan, Peternakan, Hukum dan Teknik. Sejauh ini, MM UH II telah membahas mengenai Laporan pertanggung jawaban Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas Hasanuddin (BPM UH) dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Hasanuddin (BEM UH) dan sampai sejauh ini membahas mengenai rekonsiliasi mengenai ketergabungan organ atau fakultas lain yang belum tergabung dalam Lema UH.
Musyawarah Mahasiswa Universitas Hasanuddin II awalnya dibuka di Gedung Pertemuan Alumni yang dihadiri dalam via daring zoom meeting. Kemudian dilanjutkan di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Gowa dalam membahas agenda atau pleno yang akan dilaksanakan. Kegiatan MM UH II kembali dilanjutkan di Malino dan membahas mengenai pemilihan presidium sidang hingga laporan pertanggungjawaban dari BPM UH dan BEM UH. Setelah Lpj selesai, sidang MM UH II dipending dan dilanjutkan di Sudiang hingga saat ini MM UH II dilanjutkan di Gedung Pertemuan Alumni.
Adapun kondisi MM Unhas II untuk saat ini yaitu melakukan rekonsiliasi kembali terhadap LEMA di Unhas yang belum bergabung. Pada hari kamis, 11 maret 2021 telah dibuka kembali MM UH II untuk membahas terkait rekonsiliasi.Dalam sidang pekan lalu sempat terjadi kerusuhan yang membuat sidang kembali dipending hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Namun, terkait dengan kerusuhan yang terjadi pekan lalu saat MM UH II berlangsung, telah diselesaikan oleh Wakil Rektorat III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni sebagai pihak yang ingin melakukan mediasi.
Dengan adanya kerusuhan yang terjadi pada saat MM Unhas II diakibatkan oleh adanya pihak yang bersikap kurang baik dalam forum dengan melakukan gerakan tangan yang tidak sopan ke arah beberapa peserta forum saat itu, kemudian diikuti dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang berbeda dikarenakan tidak diterima oleh adanya perlakuan tersebut. Adanya tindakan kekerasan dianggap tidak sesuai dengan etika dalam forum dan hal tersebut dianggap mencederai forum yang sedang berlangsung. Adanya perbedaan pendapat didalam sebuah forum merupakan hal yang lumrah terjadi. Oleh karena itu, peserta harus mampu mengontrol dirinya dalam hal memberikan dan menerima pendapat. Tindak kekerasan bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan sebuah masalah.
Musyawarah Mahasiswa Universitas Hasanuddin II telah kembali dibuka dan telah disetujui mekanisme ketergabungan bagi organ yang belum bergabung. Sejauh ini MM UH II akan dilanjutkan kembali setelah 8 organ KEMA UH telah membahas konstitusi dalam internal masing-masing lembaga fakultas. Harapan BEM FKG UH sebagai salah satu organ yang mengawal LEMA UH yaitu MM UH II dapat berjalan seterusnya hingga selesai tanpa adanya hambatan yang cukup merugikan serta tindakan yang mencederai sidang MM UH II dan MM UH II berjalan sesuai dialektika yang baik dalam forum persidangan.
Sumber :
Hasil wawancara peserta penuh musyawarah mahasiswa II Universitas Hasanuddin
Notulensi Musyawarah Mahasiswa II Universitas Hasanuddin
Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) merupakan komitmen pemerintah untuk menanggapi aspirasi masyarakat yang menghendaki perubahan terhadap sejumlah ketentuan yang berpotensi membelenggu kebebasan berpendapat melalui sistem elektronik.
Sejak kemunculannya, undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE memang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Alasannya, beberapa butir dalam undang-undang tersebut dianggap membatasi kebebasan masyarakat dalam menyuarakan pendapatnnya di ruang maya. Lantas pasal mana yang dimaksud?
Pasal-pasal karet UU ITE
Salah satu pasal bermasalah yang dimaksud masih terkait dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi. Pasal ini disebut dapat digunakan untuk mengekang kegiatan berekspresi warga, aktivis, dan jurnalis. Selain itu juga mengekang warga untuk mengkritik pihak polisi dan pemerintah. Pasal tersebut membahas penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media massa. Butir ini sering digunakan untuk menuntut pidana netizen yang melayangkan kritik lewat dunia maya.
Bunyi pasal tersebut adalah: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Selain pasal 27 ayat 3, berikut daftar delapan pasal-pasal bermasalah lainnya karena rumusan pasalnya tidak ketat (karet) dan multitafsir.Pasal 26 ayat 3 tentang penghapusan informasi yang tidak relevan yang berbunyi, “Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan”. Pasal ini bermasalah soal sensor informasi.
Pasal 27 ayat 1 tentang asusila dengan bunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Pasal ini bermasah karena dapat digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
Pasal 27 ayat 3 tentang dafamasi yang berbunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pasal ini dianggap bisa digunakan untuk represif warga yang mengkritik pemerintah, polisi, atau lembaga negara.
Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian yang berbunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA)”. Pasal ini dapat merepresi agama minoritas serta represi pada warga terkait kritik pada pihak polisi dan pemerintah.
Pasal 29 tentang ancaman kekerasan dengan bunyi, “Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi”. Pasal ini bermasalah lantaran dapat dipakai untuk memidana orang yang ingin lapor ke polisi.
Pasal 36 tentang kerugian dengan bunyi, “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain”. Pasal ini dapat digunakan untuk memperberat hukuman pidana defamasi.
Pasal 40 ayat 2a tentang muatan yang dilarang dengan bunyi, “Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan dan penggunaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pasal ini bermasalah karena dapat digunakan sebagai alasan internet shutdown untuk mencegah penyebarluasan dan penggunaan hoax.
Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses internet dengan bunyi, “Dalam melakukan pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2a), Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses terhadap Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum”. Pasal ini bermasalah karena dapat menjadi penegasan peran pemerintah lebih diutamakan dari putusan pengadilan.
Pasal 45 ayat 3 tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi dengan bunyi, “dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)”. Pasal ini bermasalah karena dapat menahan tertuduh saat proses penyidikan.
Sempat direvisi
Pada Desember 2015 lalu, Presiden Joko Widodo mengajukan revisi terhadap UU ITE kepada DPR. Revisi tersebut rampung dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Menteri Komunikasi dan Informatika kala itu, Rudiantara meyakini setelah revisi UU ITE ini tak akan ada lagi kriminalisasi kebebasan berpendapat.
Rudiantara melanjutkan, revisi tersebut akan memberikan kepastian pada masyarakat. Salah satunya terkait Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang kerap menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. “Dengan revisi ini, tidak ada multitafsir. Karena tuntutan hukum dari maksimal enam tahun menjadi maksimal empat tahun. Jadi tidak bisa ditangkap baru (kemudian) ditanya, karena semuanya harus ada proses.” kata Rudiantara pada 2016 silam.
Jokowi ingin revisi UU ITE lagi?
Presiden Jokowi dalam rapat terbatas pada Senin (15/2/2021) kembali mengingatkan bahwa semangat UU ITE adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia, agar lebih bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif. Jika ternyata dalam pelaksanaannya tidak memberikan keadilan bagi masyarakat, Jokowi mengatakan dirinya bisa saja meminta DPR untuk melakukan revisi dan menghapus pasal-pasal karet dalam UU ITE tersebut.
“Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa beda-beda, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” kata Jokowi
Belakangan, Jokowi mengungkapkan UU ITE ini banyak digunakan oleh masyarakat sebagai rujukan hukum untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Namun dalam penerapannya, kerap timbul proses hukum yang dianggap beberapa pihak kurang memenuhi rasa keadilan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan mendiskusikan inisiatif untuk melakukan revisi terhadap UU ITE. Hal tersebut diungkapkan Mahfud melalui sebuah kicauan di Twitter.
“Jika sekarang UU tersebut (UU ITE) dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut,” kata Mahfud.
Sejauh ini revisi UU ITE belum dilakukan karena adanya pendapat dari komisi III DPR RI Didik Mukrianto yang menilai bahwa Langkah merivisi undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini harus dibarengi dengan kemauan politik atau political will pemerintah dan kesadaran hukum masyarakat. Menurutnya, Jikalau kedua hal tersebut ini tidak bisa terus dibangun maka tidak ada jaminan kriminalisasi akan berhenti seperti yang menjadi kritik masyarakt dalam penerapan UU ITE. Karena Pemerintah yang adil dan demokratis pasti akan bisa mencegah berbagai munculnya bentuk kriminalisasi. Menurutnya apabila tidak dilakukan penegakan hukum secara tepat dan proporsional, tidak arif dan bijaksana serta tidak dilakukan secara efektif maka tidak kemungkinan akan terus memakan korban. Dan juga mengatakan revisi UU ITE sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 yang merupakan usulan DPR RI sehingga dapat segera dibahas maka perlu dimasukkan kedalam Prolegnas Prioritas 2021 yang secara teknik pemerintah sudah memahami betul apa yang harus dilakukan karena itu merupakan proses baku yang sering dilakukan.
Pada tanggal 09 Maret 2021 , dalam rapat Baleg DPR RI satu-satunya partai yang mendukung revisi UU ITE masuk prioritas ialah partai Demokrat. Pemerintah dan DPR resmi tidak memasukkan RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dalam daftar program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021. Menurut Anggota Baleg DPR RI Franksi partai demokrat yang sangat mengapresiasi keinginan pemerintah yang ingin merivisi UU ITE dan juga membuka ruang agar UU ITE direvisi menyesuaikan dinamika yang terjadi saat ini, agar jangan sampai ada interpretasi terhadap pasal-pasal yang justru menjadi penghambat demokrasi di Indonesia.
Sedangkan Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly menjelaskan bahwa Perlu adanya evaluasi daftar prolegnas prioritas per semester tetapi juga tak masalah jika revisi UU ITE ini tidak masuk dalam daftar prioritas. Jadi Soal UU ITE ini masih di Bahas lagi dan dilakukan public hearing yang nantinya ada kaitannya dengan RUU KUHP yang akan dibahas secara mendalam. Pada saat rapat Baleg DPR RI, Ketua supratman andi agtas menjelaskan bahwa prolegnas prioritas 2021 ini terdiri dari 33 RUU di dalamnnya tidak terdapat RUU ITE sedangkan RUU pemilu akan di hapus dan digantikan dengan RUU ketentuan Umum dan tata cara perpajakan (KUP).
Adapun pandangan masyarakat yang lega akhirnya pemerintah Indonesia berinisiatif merevisi undang-undang ITE. Menurut mereka undang-undang ITE ini telah melenceng dari niat awal dan telah menimbulkan dampak sosial dan politik bagi masyarakat. Undang-undang ini juga kerap digunakan politisi dan pemegang kekuasaan untuk menjatuhkan lawan-lawan politiknya. Sementara dalam kehidupan sosial, orang jadi saling melaporkan dan berkasus di kepolisian.Seperti yang telah terjadi pada ibu baiq nuril kasus yang bermula ketika ia merekam percakapan mesum kepala sekolah tempat ia bekerja, karena ingin membela diri atas pelecehan yang ia terima.
Ia kemudian dilaporkan oleh pria tersebut dengan dasar pasal 27 ayat (1) Undang-Undang ITE dan Ia sempat menjalani hidup selama dua bulan di tahanan. Pada tahun 2017, ibu nuril divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Mataram. Namun, ibu nuril divonis bersalah dan dihukum enam bulan penjara dan denda Rp.500.000.000 juta pada putusan kasasi pada tahun 2018. Pihak ibu nuril pun kemudian mengajukan peninjauan kembali (PK) namun ditolak oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2019. Perjuangan Ibu nuril untuk mencari keadilan membuahkan hasil ketika pada 15 Juli 2019 ketika Presiden Joko Widodo memberinya amnesti. Sejak saat itu, Ibu nuril terbebas dari jerat hukum. Ibu Nuril menghendaki pemerintah untuk memberikan keadilan bagi para korban undang-undang itu.
Menurut pandangan BEM FKG UNHAS terkait revisi ini sebaiknya perlu dilakukan karena Undang-Undang ITE menjadi salah satu regulasi yang menghambat ruang gerak dan membuat masyarakat hidup dengan ketakutan. Dimana sudah Hampir 700 orang dipenjara sepanjang tahun 2016 – 2020 karena UU ITE ini, jurnalis, aktivis, dan warga kritis paling banyak dikriminalisasi dengan menggunakan pasal-pasal karet yang cenderung multitafsir dengan tujuan membungkam suara – suara kritis. Sehingga perlu dilakukan revisi agar memberikan rasa keadilan kepada semua masyarakat Indonesia.
SUMBER
Pemerintah Indonesia. 2008. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Yang Mengatur Tentang Informasi Serta Transaksi Elektronik. Lembaran Negara RI Tahun 2008, No. 4843. Sekretariat Negara. Jakarta.
Rastika I. 2021. Rencana Pemerintah Revisi UUD ITE yang Disambut Baik DPR, dalam https://nasional.kompas.com/read/2021/02/17/08260731/rencana-pemerintah-revisi-uu-ite-yang-disambut-baik-dpr?page=all. diakses pada 17 Februari 2021
Rastika, Bagaskara. 2021. Demokrat Pertanyakan Jokowi Soal Revisi UUD ITE: Padahal Bukan Prioritas, dalam Demokrat Pertanyakan Jokowi Soal Revisi UU ITE: Padahal Bukan Prioritas (suara.com). diakses pada 17 Februari 2021
Rangga P. 2021. Menanti Revisi UU ITE Jilid 2, dalam Menanti revisi UU ITE jilid 2 – ANTARA News. diakses pada 18 Februari 2021
Ahda B. 2021. Wacana Revisi UU ITE, Nasdem Usulkan 2 Pasal Ini Dihapus, dalam Wacana Revisi UU ITE, NasDem Usulkan 2 Pasal Ini Dihapus – News Liputan6.com. diakses pada 17 Februari 2021
Fahreza R. 2021. Revisi UU ITE, Jokowi Siap Hapus Pasal Karet, dalam Revisi UU ITE, Jokowi Siap Hapus Pasal Karet : Okezone Nasional. diakses pada 15 Februari 2021
Irso. 2021. Soal Kemungkinan Revisi UU ITE, Menkominfo: Dikomunikasikan dengan DPR, dalam Kementerian Komunikasi dan Informatika (kominfo.go.id). diakses pada 22 Februari 2021
Zakki A. 2021. Antiklimaks Revisi UU ITE Saat Publik Berharap Secepat Omnibus, dalam Antiklimaks Revisi UU ITE Saat Publik Berharap Secepat Omnibus – Tirto.ID. diakses pada 09 Maret 2021
CNN Indonesia. 2021. Jokowi Beri Perhatian Pasal 27 ITE yang Banyak Makan Korban dalam Jokowi Beri Perhatian Pasal 27 ITE yang Banyak Makan Korban (cnnindonesia.com). diakses pada 20 Maret 2021
Rio R. 2021. Survei: Anak Muda Ingin UU ITE Direvisi dan tak suka Tindakan Saling Lapor dalam Survei: Anak Muda Ingin UU ITE Direvisi dan Tak Suka Tindakan Saling Lapor – Pikiran-Rakyat.com (pikiran-rakyat.com). diakses pada 22 Maret 2021