Kokurikuler ini masuk dalam daftar matakuliah yang diprogramkan oleh angkatan 2018 yang memiliki 2 SKS, maka dari itu BEM FKG UH akan mengeluarkan nilai kokurikuler minimal satu kali dalam sebulan untuk mengevaluasi perkembangan nilai kokur KM FKG UH.
Adapun rekapitulasi nilai kokurikuler angkatan 2018 FKG UH untuk bulan Januari 2021, sebagai berikut :
Vaksin adalah zat yang sengaja dibuat untuk merangsang pembentukan kekebalan tubuh dari penyakit tertentu. Vaksin untuk menangkal penyakit yang disebabkan virus COVID-19 menjadi harapan bagi setiap negara yang terpapar penyakit mematikan ini. COVID-19 masih melanda di hampir seluruh negara di dunia. Sebagian negara bahkan dikabarkan mulai memasuki gelombang kedua pandemi. Sejak wabah COVID-19 muncul, Cina mengembangkan belasan vaksin COVID-19. Ada empat kandidat vaksin COVID-19 yang dikembangkan dari tiga perusahaan Cina, telah memasuki fase tiga uji klinis, atau fase terakhir sebelum mendapat persetujuan badan pengawas obat-obatan negara.
Kementerian Kesehatan bersama Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dengan dukungan UNICEF dan WHO melakukan survei nasional tentang penerimaan vaksin COVID-19. Survei berlangsung pada 19-30 September 2020 dengan tujuan untuk memahami pandangan, persepsi, serta perhatian masyarakat tentang vaksinasi COVID-19. Pada pelaksanannya, survei tersebut mengumpulkan tanggapan lebih dari 115.000 orang, dari 34 provinsi yang mencakup 508 kabupaten/kota atau 99 persen dari seluruh kabupaten/kota. Hasil survei menunjukkan bahwa tiga perempat responden menyatakan telah mendengar tentang vaksin COVID-19, dan dua pertiga responden menyatakan bersedia menerima vaksin COVID-19. Namun demikian, tingkat penerimaan berbeda-beda di setiap provinsi, hal ini dilatar belakangi oleh status ekonomi, keyakinan agama, status pendidikan serta wilayah.
Pada kelompok masyarakat dengan informasi yang lebih banyak seputar vaksin misalnya, mereka cenderung akan menerima pemberian vaksin COVID-19. Hal yang sama juga terjadi pada responden dengan kepemilikan asuransi kesehatan, sebagian besar dari mereka lebih mungkin menerima vaksin COVID-19. Ini menegaskan bahwa saat ini masih dibutuhkan informasi yang akurat tentang vaksin COVID-19. Sementara itu, hasil survei juga menunjukkan adanya kelompok yang ragu dan sebagian kecil yang menolak. Dari tujuh persen responden yang menolak, menyebutkan faktor keamanan, efektivitas, serta kehalalan vaksin sebagai faktor pertimbangan mereka.
Kedatangan vaksin COVID-19 asal Cina menambah optimisme pemerintah terhadap penanganan COVID-19 di Indonesia. Sebanyak 1,2 juta vaksin Sinovac tiba di Indonesia pada tanggal 6 Desember 2020. Hal ini tentunya menjadi harapan akan berakhirnya pandemi COVID-19 yang sudah meresahkan Indonesia kurang lebih sembilan bulan sejak bulan Maret 2020. Tetapi, masyarakat juga perlu memahami beberapa hal terkait vaksinasi tersebut agar pemahamannya lebih baik dan siap menerima vaksin demi kebaikan dan keselamatan bersama.
Terkait prasyarat penerima vaksin Sinovac yang dibeli pemerintah, ternyata hanya diprioritaskan untuk masyarakat berusia 18 tahun sampai 59 tahun saja. Salah satu ahli imunologi Iris Rengganis menyatakan bahwa alasan adanya prioritas ini antara lain dikarenakan imunitas pada anak belum terbentuk sempurna, sementara untuk warga lanjut usia imunitas atau kekebalan tubuhnya sudah menurun dan banyak penyakit penyerta. Selain itu, berdasarkan penelitian fase ke-III di Indonesia, sampelnya hanya berupa relawan dari usia 18-59 tahun saja. Sehingga belum diketahui adanya efek samping atau yang lainnya terhadap anak anak dan lansia. Namun, para ahli kesehatan masih menunggu hasil uji vaksin Sinovac di Brazil, pasalnya Brazil juga menguji vaksin Sinovac pada anak-anak dan lansia dengan jumlah relawan yang jauh lebih banyak.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sementara menunggu uji klinis vaksin COVID-19 yang sedang dilakukan oleh Bio Farma. BPOM juga akan memastikan keamanaan vaksin setelah uji klinis tahap III sebelum vaksin diedarkan. BPOM masih terus melakukan observasi untuk melihat aspek keamanan vaksin, terutama aspek mutunya. Proses observasi ini akan dilakukan paling lama 6 bulan sebelum mengeluarkan Emergency Use Authorization (EUA). Sedangkan untuk kehalalan dari vaksin COVID-19, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Miftachul Akhyar mengatakan bahwa lembaganya belum bisa memastikan status halal vaksin COVID-19 yang telah masuk ke Indonesia. Pihaknya pun akan segera membahasnya melalui Bahsul Masail.
Presiden Joko Widodo telah memutuskan vaksin COVID-19 akan diberikan secara gratis kepada seluruh masyarakat Indonesia. Presiden juga telah menginstruksikan kepada semua jajaran kementrian dan lembaga serta pemerintah daerah agar memprioritaskan anggaran 2021 untuk vaksinasi. Presiden Jokowi mengakui, keputusan pemberian vaksin COVID-19 secara gratis ini diambilnya setelah menerima banyak masukan dari masyarakat serta menghitung ulang keuangan negara. Presiden Jokowi menekankan bahwa seluruh masyarakat Indonesia tidak akan dikenakan biaya sama sekali saat nantinya program vaksinasi COVID-19 dilaksanakan.
Sebelumnya, pemerintah melalui mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto sebelum digantikan oleh Mentri Kesehatan yang baru yaitu Budi Gunadi mengungkapkan bahwa untuk mencapai cakupan 67 persen kebutuhan vaksin COVID-19 akan terdiri dari dua skema yaitu 30 persen vaksin program dan 70 persen vaksin mandiri. Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Kesehatan Terawan dalam Rapat Kerja bersama dengan Komisi IX DPR RI pada Kamis, 10 Desember 2020. Namun, dengan adanya kebijakan baru yang disampaikan Jokowi, maka vaksinasi COVID-19 di Indonesia tidak dipungut biaya. Jokowi mengatakan bahwa program vaksinasi COVID-19 akan mulai dilakukan pada Januari 2021. Presiden Jokowi memastikan masyarakat akan mendapatkan vaksin COVID-19 secara gratis. Menurut Jokowi, para dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lainnya akan diprioritaskan untuk disuntik vaksin COVID-19 lebih awal. Kelompok prioritas penerima vaksin lainnya yakni, TNI-Polri dan guru.
Sumber:
www.who.int
www.cnnindonesia.com
www.presidenri.go.id
www.liputan6.com
Penulis: Teamwork Advokasi BEM FKG-UH
Pendahuluan
Pilkada 2020 menjadi spesial dibanding pesta demokrasi yang lain dan tercatat dalam sejarah karena pesta demokrasi ini diselenggarakan saat Indonesia masih keadaan darurat penyebaran COVID-19. Ada banyak perbedaan pada pelaksanaan pilkada tahun ini antara lain, aturan, anggaran, dan prosedur penyelenggaraan yang harus sejalan dengan protokol kesehatan.
Survei indikator politik pada Juli mencatat 63% masyarakat berharap adanya penundaan pilkada. Namun, pilkada ini dirasa tidak perlu ditunda sebab salah satu permasalahan yang dapat timbul yaitu akan mempersulit birokrasi. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan aturan pilkada 2020 untuk memberikan kepastian hukum terkait pelaksanaan protokol kesehatan dalam peraturan No. 6 Tahun 2020 atau PKPU No. 6/2020 yang berisi aturan penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan pilkada.
Tahapan pendaftaran pasangan calon pilkada yang diatur dalam peraturan KPU Nomor 6 tahun 2020 pasal 49 Ayat (1), yaitu:
Dokumen yang disampaikan dibungkus dengan bahan yang tahan terhadap zat cair
Dilakukan penyemprotan cairan desinfektan pada dokumen
Petugas mengenakan masker dan sarung tangan sekali pakai
Membatasi jumlah orang yang ada di dalam ruangan
Dilarang membuat kerumunan
Penyampaian dokumen dilakukan dengan jaga jarak dan antre
Tahapan kampanye yang diatur dalam peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 pasal 57-64, yaitu:
Pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dilaksanakan dalam ruangan tertutup
Membatasi jumlah peserta yang hadir sesuai kapasitas ruangan
Debat publik atau debat terbuka antar pasangan calon diselenggarakan di dalam studio lembaga penyiaran publik atau swasta
Debat publik atau debat terbuka hanya dihadiri oleh pasangan calon, anggota tim kampanye, tim KPU, dan Bawaslu
Tidak menghadirkan undangan, penonton, dan pendukung.
Tahapan pemungutan suara yang diatur dalam peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2020 Pasal 68 Ayat (1), yaitu:
Anggota KPPS dan petugas ketertiban TPS wajib mengenakan masker, sarung tangan sekali pakai, dan pelindung wajah
Pemilih yang hadir di TPS mengenakan masker
KPPS menyediakan sarung tangan sekali pakai untuk pemilih
Menjaga jarak minimal satu meter
Tidak melakukan kontak
Mengatur pembatasan jumlah pemilih yang memasuki TPS
Melakukan pengecekan kondisi suhu tubuh seluruh yang berada di TPS
Pelaksanaan rapid test kepada anggota KPPS, bagi wilayah yang tidak memiliki fasilitas rapid test dapat menggunakan surat keterangan bebas gejala seperti influenza dari rumah sakit.
Tanggapan Masyarakat Indonesia
Terlepas dari beberapa usaha pemerintah untuk mencegah adanya penularan COVID-19 dalam pilkada tahun 2020 ini menyimpan adanya hal yang menjadi sorotan saat ini. Sepekan setelah pemilihan kepala daerah berlangsung, terjadi peningkatan jumlah kasus virus corona yang membentuk klaster di beberapa wilayah di Indonesia. Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, mengatakan bahwa munculnya klaster pilkada disebabkan oleh lemahnya penelusuran kontak (contact tracing) yang dilakukan.
Pertama, kesalahan terbesar terdapat pada penelusuran kontak di Indonesia yang sekarang sudah menurun dari 20-30 pada April menjadi hanya 10 dalam satu kasus. Akibatnya, kemungkinan yang terinfeksi berinteraksi dengan orang lain sangat besar ditengah kerumunan massa dalam pelaksanaan pilkada. Kedua, pedoman Menkes tidak memeriksa pada kontak tanpa gejala, sehingga OTG (orang tanpa gejala) tidak bisa dideteksi dengan pedoman itu. Hal inilah yang menyebabkan orang terinfeksi, apalagi jika orang tanpa gejala berkeluyuran dan kemungkinan besar akan tercipta klaster pilkada. Penurunan dari penelusuran kontak ini disebabkan oleh adanya peningkatan kasus yang luar biasa tanpa diimbangi oleh jumlah petugas, dan juga memerlukan dana yang banyak.
Berdasarkan data percepatan penanganan Covid-19 di Indonesia, jumlah kasus meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan 4 september 2020 lalu saat pendaftaran calon pilkada dibuka yang berjumlah sekitar 180.000 kasus.
Sumber:
www.bbc.com
m.cnnindonesia.com
Penulis: Teamwork Advokasi BEM FKG-UH