Menurut Teale, literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis. Pendapat ini sejalan dengan UNESCO yang beranggapan bahwa literasi digital merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, menafsirkan, berkomunikasi dengan menggunakan bahan cetak serta tulisan dalam kaitannya dengan berbagai tujuan dalam mengembangkan pengetahuan. Literasi digital mencakup penggunaan alat digital secara tepat sehingga ia terfasilitasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, mengevaluasi, menganalisi sumber daya digital agar membangun pengetahuan baru, membuat media berekspresi, berkomunikasi dengan orang lain dalam situasi kehidupan tertentu untuk mewujudkan pembangunan sosial, dari beberapa bentuk literasi yaitu komputer, informasi teknologi, visual, media dan komunikasi.
Dunia saat ini sedang berada dimasa revolusi industri 4.0. Menurut Risdianto, beberapa ciri dari revolusi industri 4.0 adalah internet of thing yaitu kecepatan yang dikendalikan oleh internet, dimana saat ini semua pekerjaan hampir semua terhubung dengan koneksi internet. Beberapa orang menyebut revolusi indutri 4.0 sebagai revolusi digital dan era disrupsi. Menurut Kasali, pada era ini teknologi informasi telah menjadi basis atau dasar dalam kehidupan manusia. Dampak yang sangat terasa dari era digital adalah berlimpahnya sumber informasi yang dapat diakses secara tidak terbatas.
Kemampuan literasi digital mempunyai peranan yang cukup penting dalam pengembangan proses pembelajaran bagi mahasiswa. Temuan dalam penelitian Kurnia, Santi, dan Astuti menunjukkan perguruan tinggi merupakan pelaku utama dalam gerakan literasi digital sebesar 56,14%. Keminfo bekerja sama dengan UNICEF juga memberikan informasi bahwa sekitar 79,5% anak dan remaja usia 10-19 tahun di Indonesia merupakan pengguna internet dan media digital. Usia 17- 19 tahun yang masuk rentang dalam temuan tersebut menunjukkan usia mahasiswa dalam perguruan tinggi. Dimana keterampilan mencari informasi dalam dunia digital dianggap mahasiswa sebagai salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki mahasiswa karena berperan penting menentukan keberhasilan studi. Oleh karena itu mahasiswa dengan kemampuan literasi digital yang baik akan berupaya untuk mencari dan menyeleksi informasi yang penting dan memahami, mengkomunikasikan, dan menyampaikan gagasan-gasan dalam ruang digital. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kemampuan literasi digital akan membuka kesempatan kepada mahasiswa untuk berpikir, berkomunikasi, dan berkarya yang akhirnya bermuara pada kesuksesan belajar mahasiswa. Oleh karena itu kesadaran akan urgensi kemampuan literasi digital perlu ditingkatkan baik dikalangan pengambil keputusan. Kajian yang dilakukan oleh Dinata menyebutkan bahwa beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pimpinan suatu institusi baik sekolah atau perguruan tinggi terkait pengembangan kemampuan literasi digital. Hal-hal yang dapat dilakukan yaitu 1) pelatihan literasi digital; 2) penanaman budaya literasi digital kampus; 3) membentuk tim penggerak literasi digital kampus.
Dengan adanya kemampuan literasi digital, mahasiswa dapat mengakses, memilah dan memilih berbagai informasi yang dapat diguakan dalam peningkatan pembelajaran dan kualitas hidup. Dengan ini literasi membuat seorang mahasiswa dapat menyaring informasi dilingkungannya dengan baik, sehingga mahasiswa dapat berpartisipasi dalam kehidupan pendidikan tinggi dan lingkungannya dengan baik
Referensi :
Naufal HA. Literasi Digital. Jurnal Pendidikan. 2021; 1(2): 197-8.
Restianty A. Literasi Digital, Sebuah Tantangan Baru Dalam Literasi Media. Jurnal Kehumasan. 2018; 1(1): 78.
Dinata KB. Literasi Digital Dalam Pembelajaran Daring. Jurnal Eksponen. 2021; 11(1): 24-5.
Halo teman-teman!
Ada yang sudah tahu belum? e-Magazine Edisi 10 telah terbit! e-Magazine merupakan media informasi mengenai kegiatan BEM FKG UH serta informasi lain yang pastinya bermanfaat untuk kita semua. Pada edisi kali ini, e-magazine hadir dengan tema “AKSARA – Aktualisasi Lembaga Progresif, Lanjutkan Regenerasi Berkualitas”.
Yuk, baca e-Magazine Edisi 10 ini agar mengenal lebih dekat dengan BEM FKG UH Periode 2021/2022 dan tentunya kalian akan mendapatkan informasi yang bermanfaat.
Teknologi digital mulai memasuki dunia kedokteran gigi dan ortodontik dengan diperkenalkannya Computer-Aided Design/Computer-Aided Manufacturing (CAD/CAM) pada tahun 1973. Penemuan baru, seperti pemindaian intraoral, cone beam computed tomography (CBCT), dan pencetakan 3D, telah memperkenalkan era digital dalam kedokteran gigi. Pemindai intraoral merupakan bagian penting dalam evolusi ini, dengan masa depan yang sangat menjanjikan. Teknologi ini adalah perangkat yang diproduksi untuk menangkap kesan optik langsung dalam kedokteran gigi. Perangkat prototipe untuk impresi digital disajikan untuk kedokteran gigi restoratif pada tahun 1987 oleh Sirona Dental Systems (sistem Chairside Economical Restoration for Esthetics Ceramics (CEREC)) dan sistem impresi digital gigi pertama yang mampu memindai lengkung penuh (Cadent iTero) telah tersedia di pasar gigi pada tahun 2008. Sejak saat itu, teknologi telah berkembang pesat dan beberapa perusahaan telah meluncurkan berbagai model pemindai intraoral.
Kesan digital telah membawa inovasi pada pengambilan kesan, dan sebagian mengesampingkan metode konvensional (alginat dan PVS (Polyvinyl Siloxane)). Pemindai intraoral dapat menawarkan keuntungan yang signifikan, seperti mengurangi ketidaknyamanan pasien, efisiensi waktu, penyederhanaan prosedur klinis, dan keuntungan menangkap dan menyimpan informasi yang sangat akurat. Penggunaannya dalam domain ortodontik berkembang lebih luas dalam beberapa tahun terakhir, berkat potensinya untuk melakukan pemindaian lengkung penuh, kontak tidak langsung, dan fabrikasi peralatan ortodontik cekat secara digital. Teknologi ini juga memfasilitasi diagnosis dan perencanaan perawatan ortodontik, menawarkan transfer data elektronik yang mudah dan cepat, akses langsung, dan mengurangi kebutuhan ruang penyimpanan. Pemindai intraoral menyediakan banyak aplikasi bagi ortodontis, seperti pengukuran lebar dan panjang lengkung, ukuran gigi, dimensi transversal, perbedaan Bolton, overjet, dan overbite, yang diperoleh dengan akurasi dan efisiensi yang luar biasa. Pengguna juga dapat membuat pengaturan diagnostik digital, dan mensimulasikan rencana perawatan yang diusulkan, serta memberikan kesempatan untuk membangun hubungan yang lebih substansial antara pasien dan ortodontis. Selain itu, ergonomi perawatan dapata diperbaiki karena pemindai digital menawarkan menghasilkan informasi digital yang akan transit di dalam sistem yang digunakan dokter gigi tersebut dan keluar menuju pasien dan laboratorium gigi. Potensi untuk dengan mudah mentransfer data digital ke teknisi gigi memiliki keuntungan tiga kali lipat, yaitu menghindari waktu pengiriman, mengurangi biaya, dan memfasilitasi proses visualisasi, serta menghasilkan lebih sedikit ketidakakuratan.
Namun, ada beberapa kekurangan yang saat ini membatasi penggunaan pemindai intraoral dalam praktik klinis, yaitu tingginya biaya pemindai intraoral, biaya tahunan terkait dengan perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan, dan kebutuhan untuk terhubung ke jaringan sehingga tidak memungkinkan adanya pemindai intraoral di bidang ortodontik. Selain itu, terdapat kurva pembelajaran untuk mengadopsi iOS di klinik gigi dan aspek ini harus diperhatikan. Dokter dengan afinitas yang lebih besar untuk dunia teknologi digital mungkin akan merasa sangat mudah untuk mengadopsi iOS dalam praktek mereka. Sebaliknya, dokter yang lebih tua dengan pengalaman yang lebih sedikit dapat menggunakan perangkat ini dan perangkat lunak terkait membuat penggunaan teknologi ini lebih kompleks bagi mereka. Selain itu, IOS yang saat ini tersedia secara komersial, berbeda dalam hal akurasi dan efisiensi waktu. Oleh karena itu, perangkat kontemporer mungkin memiliki indikasi yang lebih luas untuk penggunaan klinis. Aspek ini penting untuk dipertimbangkan sebelum membeli iOS, selain fitur penting lainnya.
Referensi:
Pellitteri F, Albertini P, Vogrig A, et al. Comparative Analysis of Intraoral Scanners Accuracy Using 3D Software: An In Vivo Study. Prog Orthod. 2022; 23: 21. https://doi.org/10.1186/s40510-022-00416-5.
Mangano A, Beretta M, Luongo G, Mangano C, Mangano F. Conventional Vs Digital Impressions: Acceptability, Treatment Comfort and Stress Among Young Orthodontic Patients. Open. Dent. J. 2018; 12: 118–124. doi: 10.2174/1874210601812010118.
Adapun rekapitulasi nilai kokurikuler angkatan 2019 FKG UH, sebagai berikut.